Ternyata Ken Arok Bukan Pembunuh Tunggul Ametung
OPINI | 05 April 2012 | 11:45 Dibaca: 6444 Komentar: 4 Nihil
Telah
bertahun-tahun saya dicekoki fakta sejarah runtuhnya kerajaan Kediri
dan munculnya Kerajaan Majapahit. Masih hangat diingatan saya bagaimana
guru sejarah sewaktu di SMA menceritakan bagaimana kronologis berdirinya
Kerajaan Kediri hingga sampai runtuhnya yang ditandai dengan tragedy
pembunuhan atas seorang Akuwu yang bernama Tunggul Ametung.
Diceritakan
bagaimana sejarah Ken Arok sebagai rakyat biasa hingga bisa menjadi
seorang Maharaja yang waktu itu bisa dikatakan tidak mungkin justru Ken
Arok mencatatkan sejarah tersendiri. Sampai akhirnya diceritakan bahwa
untuk mewujudkan ambisinya menguasai Tumapel dan Ken Dedes sekaligus,
maka ia harus membunuh Tunggul Ametung. Itu menurut guru sejarah saya
yang mendasarkan teorinya itu pada sebuah buku sejarah yang terdiri dari
lima jilid berjudul SEJARAH NASIONAL INDONESIA karangan Prof.Dr.
Nugroho Notosusanto. Sementara kajian sejarah terakhir yang didasarkan
pada Kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca dan Kitab Pararaton
yang di lakukan oleh Ki J. Padmapuspita yang dituangkan dalam salah satu
bukunya yang berjudul Pararaton menegaskan bahwa bukan Ken Arok
pembunuh Tunggul Ametung.
Bayangkan!
Satu lagi fakta sejarah terungkap. Saya tak heran kalau fakta sejarah
biasa “dimodifikasi” dengan tujuan tertentu oleh suatu rejim
pemerintahan. Seperti fakta sejarah tentang Supersemar misalnya, yang
sengaja diubah demi kepentingan penguasa orde baru. Tak
tanggung-tanggung, ahli sejarah sekelas Prof.Dr.Nugroho Notosusanto
dikatakan terlibat dalam pengaburan sejarah tersebut. Tapi sejarah yang
tak ada hubungannya dengan kepentingan rezim manapun haruskah ikut
dikaburkan? Berikut ini akan saya sajikan sekilas tentang Legenda Ken
Arok menurut kajian sejarah Ki J. Padmapuspita untuk selanjutnya bisa
kita bandingkan dengan data sejarah yang terangkum dalam buku SEJARAH
NASIONAL INDONESIA karangan Prof.Dr.Nugroho Notosusanto.
Pada
tahun 1188 Kertajaya bertahta mennggantikan Ratu Srengga yang bergelar
Sri Maharaja Kertajaya yang berjulukan Dandang Gendhis. Kertajaya
mempunyai mahapatih yang sangat diandalkannya waktu itu. Mereka adalah
Mpu Tanakung sebagai penasihat spiritual Kertajaya, Mahisa Walungan yang
menjabat Mahapatih sekaligus adik kandung Kertajaya, Gubar Baleman dan
Arya Pulung yang bergelar Tunggul Ametung. Karena kerap terjadi
kerusuhan di sekitar Tumapel, maka Kertajaya mengutus Arya Pulung alias
Tunggul Ametung untuk mengamankan kerusuhan yang ada disana. Setelah
Tunggul Ametung berhasil meredakan kerusuhan di Tumapel, akhirnya
Kertajaya mengangkat Tunggul Ametung menjadi Akuwu di Tumapel. Kemudian
Tunggul Ametung mulai menata kembali Tumapel seperti sedia kala. Bahkan
ada beberapa terobosan yang dilakukan oleh Tunggul Ametung di Tumapel
seperti melegalkan perjudian dan menjadikan Kutaraja sebagai sentra
perdagangan sehingga Tumapel menjadi semakin terkenal dan disegani oleh
daerah-daerah taklukan Kediri yang lain. Bahkan bukan itu saja, Tunggul
Ametung juga membangun istana di Tumapel yang dia beri nama Pakuwon.
Pakuwon dilengkapi dengan benteng, taman larangan dan pernak-pernik
lainnya laksana Istana Kediri.
Untuk
memperkuat diri, Tunggul Ametung merekrut pemuda-pemuda Tumapel menjadi
prajurit. Tidak itu saja, Ia juga merekrut empu-empu dari luar Tumapel
untuk bekerja membuat senjata dan salah satu empu tersebut adalah Empu
Gandring, seorang empu terkenal dari Lulumbang. Tunggul ametung juga
membuat pasukan khusus pengawal yang salah satu pemimpinnya adalah Kebo
Ijo, tangan kanan Tunggul Ametung. Inilah salah satu factor nantinya
yang membuat Kertajaya merasa Tunggul Ametung hendak menyainginya.
Sehingga Ia merasa perlu untuk menggulingkan sang Akuwu dari tampuk
kekuasaannya.
Itulah
sekilas perjalanan karir seorang Tunggul Ametung. Sekarang kita beralih
ke perjalanan karir tokoh utama kita yaitu Ken Arok. Ken Arok lahir
dari rahim seorang ibu yang bernama Ken Endok. Nama aslinya adalah
Astia, kembang dusun Pangkur nan cantik mempesona. Ia kemudian
dipersunting oleh seorang Maharesi yang bernama Resi Agung Sri Yogiswara
Girinata pemimpin Padepokan Girilaya yang sangat terkenal pada waktu
itu. Karena selama sepuluh tahun tak pernah “disentuh”, akhirnya Ken
Endok berpaling hati dengan seorang pemuda yang kebetulan menolongnya
pada saat mendapat kecelakaan di hutan. Pemuda itu bernama Gajah Para.
Sampai akhirnya Gajah Para difitnah telah menghamili Ken Endok karena
seringnya mereka bersama. Padahal menurut kajian Ki J. Padmapuspita Ken
Endok hamil oleh seorang resi cabul yang berhasil menghipnotisnya hingga
tertidur dan menyetubuhi Ken Endok.
Merasa
bukan dia pelakunya, Gajah Para tidak mengakui anak yang dikandung Ken
Endok sehingga Ken Endok merasa malu dan lari dari Girilaya ke sebuah
daerah tersembunyi. Disana Ken Endok mengakui bahwa anak yang
dikandungnya itu adalah anak Dewa Brahma sehingga Ken Endok dianggap
gila dan diusir dari daerah tersebut. Sesampainya di daerah pekuburan,
mungkin karena sudah waktunya, akhirnya Ken Endok melahirkan bayi
tersebut dan lantas meninggalkannya begitu saja di tengah pekuburan.
Hingga lewatlah seorang pencuri yang bernama Ki Lembong memungut anak
tersebut dan memberinya nama Temon karena anak tersebut hasil temuan.
Karena salah asuhan akhirnya malah membuat Ki Lembong terjerat hutang
akibat ulah Temon yang suka berjudi. Akhirnya Temon diusir oleh Ki
Lembong hingga membuat dia berkelana tanpa tujuan.
Pada
saat perjalanannya ke Kauman, Temon akhirnya bertemu dengan Bango
Samparan, seorang Bandar judi terkenal dari Kauman. Perkenalan Temon
dengan Bango Samparan sendiri berdasarkan wangsit gaib yang diterima
Bango Samparan saat bersemedi di hutan Rabut Jalu karena terdesak oleh
lilitan hutang. Wangsit tersebut mengatakan bahwa apabila Bango Samparan
hendak menyelesaikan hutang maka hendaklah menemui seorang pemuda
bernama Arok dengan tanda cakra pada telapak tangannya dan dari mulutnya
keluar cahaya. Setelah Arok berhasil mengatasi kemelut keuangan, Bango
Samparan akhirnya mengangkat Temon sebagai anaknya dan mengganti namanya
menjadi Arok. Namun Arok akhirnya tak tahan juga hidup dengan bapak
angkatnya itu karena sering dicemburuin oleh kelima anak kandung Bango
Samparan. Itu juga yang akhirnya membuat Arok kembali bertualang hingga
sampai ke daerah Kapundungan.
Di
Kapundungan ini akhirnya Arok berkenalan dengan Tita, anak seorang
kepala desa Sagenggeng. Karena keramah tamahannya selama tinggal di
rumah Tita, maka Ki Sahaja,nama kepala desa tersebut, mengangkatnya
sebagai anak dan memutuskan untuk membawa mereka berdua ke Tantripala,
seorang guru sastra untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Dari Pedokannya
Ki Tantrapala inilah akhirnya Ken Arok mengenal Ken Umang yang akhirnya
menjadi istrinya.
Lepas
dari Padepokan Ki Tantrapala bukannya Arok menjadi semakin baik, tapi
malah mereka berdua menjadi perampok. Bahkan perampok yang sangat di
takuti di Tumapel. Hingga banyak perampok lain yang kebetulan berhasil
dikalahkannya akhirnya bergabung dengan komplotan Arok. Sampai akhirnya
komplotan Arok bertemu dengan komplotan Nyi Prenjak yang salah satu anak
buahnya adalah Ken Umang. Disinilah cinta Ken Arok dan Ken Umang
bersemi.
Dalam
perjalanannya akhir ken Arok bertemu dengan Mpu Palot pemimpin
Padepokan Tantripala. Dari Mpu Palot pula akhirnya Ken Arok berkenalan
dengan Dan Hyang Lohgawe yang berasal dari Jambudwipa. Dan Hyang Lohgawe
langsung datang dengan tujuan khusus hendak menemui Ken Arok yang
menurut wwangsit yang dia terima bakalan menjadi Garuda kaum brahmana
untuk melawan Kertajaya yang telah melecehkan kaum brahmana dengan
meminta mereka untuk menyembahnya.
Atas
saran Dan Hyang Lohgawe juga akhirnya Ken Arok mau menjadi prajurit
Tumapel dibawah Tunggul Ametung setelah saran yang diberikannya kepada
Tunggul Ametung untuk memperistri Ken Dedes putri Mpu Purwa diterima
dengan baik apalagi mengingat Dan Hyang Lohgawe adalah resi terkenal
dari luar negeri sehingga Tunggul Ametung tak ragu untuk mengangkatnya
menjadi penasihat spiritual. Belum lagi menjadi kebanggaan tersendiri
bagi Tunggul Ametung menaklukkan perompak paling menakutkan se Tumapel
yaitu Ken Arok.
Saat
menjadi prajurit Tumapel inilah Ken Arok akhirnya bertemu untuk pertama
kali dengan Ken Dedes yang akhirnya memikat hatinya pada pandangan
pertama. Hingga akhirnya Ken Arok dapat melihat sesuatu yang berkilau
dari selangkangan Ken Dedes yang membuatnya tak bisa tidur. Lantas
timbullah niat Ken Arok untuk suatu saat meminang Ken Dedes untuk
menjadi istrinya walaupun waktu itu Ken Dedes telah mengandung anak dari
Tunggul Ametung.
Tanpa
sepengetahuan Tunggul Ametung, ternyata telah terjadi pengkhianatan
yang dilakukan oleh Kebo Ijo si tangan kanan Tunggul Ametung. Secara
diam-diam, Kebo Ijo melaporkan perkembangan yang terjadi di Tumapel
berikut persiapan Tunggul Ametung dalam melawan kekuasaan Kertajaya.
Kemudian Kertajaya mengutus Kebo Ijo untuk membunuh Tunggul Ametung
dengan janji akan mengangkat Kebo Ijo menjadi Akuwu apabila Ia berhasil
membunuh Tunggul Ametung. Untuk melaksanakan niatnya itu, Kebo Ijo
memesan keris kepada Mpu Gandring karena tau bahwa Tunggul Ametung tak
kan mampu ditembus oleh keris sembarangan. Waktu itu memang Mpu Gandring
terkenal sebagai pembuat keris yang tiada tanding. Tak ada ilmu kebal
yang tak dapat ditembus oleh kerisnya Mpu Gandring.
Sampai
akhirnya Kertajaya melakukan pergerakan dengan tujuan hendak meluluh
lantakkan Tumapel. Sepertinya Kertajaya sudah tidak sabar lagi untuk
menghabisi Tunggul Ametung. Tapi usahanya ini sia-sia karena ternyata
pasukan terbaik Kediri yang dipimpin oleh Gubar Baleman malah dipukul
mundur oleh pasukan Tumapel yang dipimpin oleh Tunggul Ametung sendiri.
Ini akhirnya menjadi pukulan tersendiri bagi Kebo Ijo dan merencanakan
untuk bertindak secara diam-diam.
Akhirnya
rencana itu dilaksanakan juga oleh Kebo Ijo. Pada saat pasukan Tumapel
berpesta, disaat itulah Kebo Ijo memisahkan diri dan menuju Lulumbang
untuk menagih kerisnya pada Mpu Gandring. Mengingat keris
tersebut belum selesai dibuat, otomatis Mpu Gandring menolak untuk
memberikan keris itu Pada Kebo Ijo. Apalagi Mpu gandring adalah empu
yang lebih mengutamakan kualitas. Karena Mpu Gandring tetap tidak
bersedia untuk memberikan keris tersebut, akhirnya peristiwa itu
terjadilah. Kebo Ijo merampas keris itu dengan paksa dan menikam
langsung ke tubuh Mpu Gandring sampai akhirnya Mpu Gandring mengeluarkan
sumpahnya bahwa keris tersebut akan membunuh 7 raja sekaligus.
Setelah
berhasil merampas keris tersebut, Kebo Ijo kembali ke Pakuwon dan
langsung menemui Tunggul Ametung yang sedang mabuk. Tentu kesempatan ini
tidak disia-siakan oleh Kebo Ijo yang langsung menancapkan keris
tersebut ke tubuh Tunggul Ametung hingga tewas. Akhirnya Kebo Ijo
sendiri dibunuh dengan keris itu juga oleh Ken Arok.
Setelah
Ken Arok akhirnya menjadi Akuwu menggantikan Tunggul Ametung, maka
dilancarkanlah serangan ke jantung kerajaan Kediri di Kutaraja oleh Ken
Arok yang akhirnya dapat memukul mundur semua pasukan Kediri dan membuat
Kertajaya melarikan diri. Kemudian Ken Arok diangkat menjadi raja
bergelar Sri Rajasa Batara Sang Amurwabhumi. Darinyalah wangsa Rajasa
dimulai, wangsa yang menjadi cikal bakal raja-raja tanah jawa. Dari Ken
Dedes dia dianugerahi Anusapati sedangkan dari Ken Umang dia dianugerahi
Tohjaya. Walaupun akhirnya Ken Arok harus mati ditangan Anusapati
karena mendengar kabar bahwa Tohjayalah yang bakal menggantikan Ken Arok
nantinya.
Melihat
begitu cermatnya Ki J. Padmapuspita dalam melakukan kajian sejarahnya
sehingga saya lebih cenderung memihak kepadanya ketimbang data sejarah
yang lain.
Coba kita bandingkan!
Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
“Ken Arok atau sering pula ditulis Ken Angrok (lahir:1182 - wafat: 1227/1247), adalah pendiri Kerajaan Tumapel (yang kemudian terkenal dengan nama Singhasari). Ia memerintah sebagai raja pertama bergelar Rajasa pada tahun 1222 - 1227 (atau 1247).
Ken Arok adalah putra Dewa Brahma
dengan seorang wanita desa Pangkur bernama Ken Ndok. Oleh ibunya, bayi
Ken Arok dibuang di sebuah pemakaman, hingga kemudian ditemukan dan
diasuh oleh seorang pencuri bernama Lembong.
Ken
Arok tumbuh menjadi berandalan yang lihai mencuri & gemar berjudi,
sehingga membebani Lembong dengan banyak hutang. Lembong pun
mengusirnya. Ia kemudian diasuh oleh Bango Samparan, seorang penjudi pula yang menganggapnya sebagai pembawa keberuntungan.
Ken
Arok tidak betah hidup menjadi anak angkat Genukbuntu, istri tua Bango
Samparan. Ia kemudian bersahabat dengan Tita, anak kepala desa
Siganggeng. Keduanya pun menjadi pasangan perampok yang ditakuti di
seluruh kawasan Kerajaan Kadiri.
Akhirnya, Ken Arok bertemu seorang brahmana dari India bernama Lohgawe, yang datang ke tanah Jawa mencari titisan Wisnu. Dari ciri-ciri yang ditemukan, Lohgawe yakin kalau Ken Arok adalah orang yang dicarinya.
Ken Arok kemudian tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung yang cantik. Apalagi Lohgawe juga meramalkan kalau Ken Dedes akan menurunkan raja-raja tanah Jawa. Hal itu semakin membuat Ken Arok berhasrat untuk merebut Ken Dedes, meskipun tidak direstui Lohgawe.
Ken Arok membutuhkan sebilah keris ampuh untuk membunuh Tunggul Ametung yang terkenal sakti. Bango Samparan pun memperkenalkan Ken Arok pada sahabatnya yang bernama Mpu Gandring dari desa Lulumbang (sekarang Lumbang, Pasuruan), yaitu seorang ahli pembuat pusaka ampuh.
Mpu Gandring sanggup membuatkan sebilah keris ampuh dalam waktu setahun. Ken Arok tidak sabar. Lima bulan kemudian ia datang mengambil pesanan. Keris yang belum sempurna itu direbut dan ditusukkan ke dada Mpu Gandring sampai tewas. Dalam sekaratnya, Mpu Gandring mengucapkan kutukan bahwa keris itu nantinya akan membunuh 7 orang, termasuk Ken Arok sendiri.
Kembali ke Tumapel, Ken Arok menjalankan rencananya untuk merebut kekuasaan Tunggul Ametung. Mula-mula ia meminjamkan keris pusakanya pada Kebo Hijo, rekan sesama pengawal. Kebo Hijo dengan bangga memamerkan keris itu sebagai miliknya kepada semua orang yang ia temui, sehingga semua orang mengira bahwa keris itu adalah milik Kebo Hijo. Dengan demikian, siasat Ken Arok berhasil.
Malam berikutnya, Ken Arok mencuri keris pusaka itu dari tangan Kebo Hijo yang sedang mabuk arak. Ia lalu menyusup ke kamar tidur Tunggul Ametung dan membunuh majikannya itu di atas ranjang. Ken Dedes menjadi saksi pembunuhan suaminya. Namun hatinya luluh oleh rayuan Ken Arok. Lagi pula, Ken Dedes menikah dengan Tunggul Ametung dilandasi rasa keterpaksaan.
Pagi harinya, Kebo Hijo dihukum mati karena kerisnya ditemukan menancap pada mayat Tunggul Ametung. Ken Arok lalu mengangkat dirinya sendiri sebagai akuwu baru di Tumapel dan menikahi Ken Dedes. Tidak seorang pun yang berani menentang kepustusan itu. Ken Dedes sendiri saat itu sedang mengandung anak Tunggul Ametung.
Pada tahun 1222 terjadi perselisihan antara Kertajaya raja Kadiri dengan para brahmana. Para brahmana itu memilih pindah ke Tumapel meminta perlindungan Ken Arok yang kebetulan sedang mempersiapkan pemberontakan terhadap Kadiri. Setelah mendapat dukungan mereka, Ken Arok pun menyatakan Tumapel sebagai kerajaan merdeka yang lepas dari Kadiri. Sebagai raja pertama ia bergelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi
Kertajaya (dalam Pararaton disebut Dhandhang Gendis) tidak takut menghadapi pemberontakan Tumapel. Ia mengaku hanya dapat dikalahkan oleh Bhatara Siwa. Mendengar sesumbar itu, Ken Arok pun memakai gelar Bhatara Siwa dan siap memerangi Kertajaya.
Perang antara Kadiri dan Tumapel terjadi di dekat desa Ganter. Pihak Kadiri kalah. Kertajaya diberitakan naik ke alam dewa, yang mungkin merupakan bahasa kiasan untuk mati.
Ken Dedes telah melahirkan empat orang anak Ken Arok, yaitu Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnibhaya, dan Dewi Rimbu. Ken Arok juga memiliki selir bernama Ken Umang, yang telah memberinya empat orang anak pula, yaitu Tohjaya, Panji Sudatu, Tuan Wergola dan Dewi Rambi.
Selain itu, Ken Dedes juga memiliki putra dari Tunggul Ametung yang bernama Anusapati
Anusapati merasa heran pada sikap Ken Arok yang seolah menganaktirikan dirinya, padahal ia merasa sebagai putra tertua. Setelah mendesak ibunya (Ken Dedes), akhirnya Anusapati mengetahui kalau dirinya memang benar-benar anak tiri. Bahkan, ia juga mengetahui kalau ayah kandungnya bernama Tunggul Ametung telah mati dibunuh Ken Arok.
Anusapati berhasil mendapatkan Keris Mpu Gandring yang selama ini disimpan Ken Dedes. Ia kemudian menyuruh pembantunya yang berasal dari desa Batil untuk membunuh Ken Arok. Ken Arok tewas ditusuk dari belakang saat sedang makan sore hari. Anusapati ganti membunuh pembantunya itu untuk menghilangkan jejak.
Peristiwa kematian Ken Arok dalam naskah Pararaton terjadi pada tahun 1247.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar